Senin, 26 Desember 2022

Day 19 #30DayWritingChallenge

            

Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?


Kalo bisa membayangkan skenario random yang tiba-tiba bisa terjadi, aku lebih suka membayangkan apa yang harus aku lakukan untuk survive saat zombie apocalypse. Selain karena aku suka dengan film bertema survival dan zombie, aku pengin tau sejauh mana aku bisa bertahan hidup. Aku udah punya beberapa rencana untuk menghadapi zombie apocalypse karena kebanyakan nonton film.

Sayang sekali, tema kali ini adalah terdampar sendirian di sebuah tempat yang nggak diketahui, atau persempit aja jadi sebuah pulau kosong. Apa yang akan aku lakukan?

Di satu jam pertama aku akan mengelilingi pulau ini untuk memastikan aku benar-benar sendiri. Lalu akan cari pohon tertinggi di sana dan memanjatnya, untuk kemudian akan berteriak, "For Narnia, and for Aslan, BOOM!!!" sekencang-kencangnya. Nggak deh. Nggak gitu, tapi yang jelas aku akan meneriakkan hal-hal lain yang bisa membuat aku jadi lega.

Karena ini adalah sebuah pulau, aku pasti akan meluangkan untuk berenang atau menangkap ikan kalo beruntung. Aku nggak familiar dengan seafood, jadi aku hanya akan menangkap ikan atau kerang. Selain itu, sebut aja kepiting, lobster, gurita, hiu, paus, pari, megalodon, mungkin nggak akan bisa aku makan. Empat yang terakhir alasannya karena kegedean.

Setelah berhasil menangkap ikan, aku akan mencari kayu atau batu untuk membuat api unggun. Ini dia momen yang aku tunggu setelah sekian lama menonton akun Youtube Donny Dust's Paleo Tracks.

Di malam hari, seperti film-film survival pada umumnya, aku akan membawa obor dan mengelilingi pulau sekali lagi, siapa tau aku menemukan sesuatu yang hanya muncul di malam hari. Nggak, bukan setan. Aku cukup yakin untuk 24 jam pertama aku akan baik-baik aja.

Besoknya, aku akan terbangun di pagi hari karena suara ombak dan sinar matahari yang menembus pohon. Untuk 10 menit ke depan, aku akan mencari tempat yang lebih teduh untuk tiduran sambil melihat awan. Ah, indahnya imajinasi.

Terdengar suara dari balik semak-semak, aku terbangun dari tempat berteduh. Ada suara ranting pohon di tanah yang terinjak oleh sesuatu. Aku mengambil dahan pohon yang berbentuk seperti tongkat berukuran 80 cm. Sambil tetap waspada, dari balik semak-semak muncul sosok yang udah aku tunggu-tunggu, "GRORLLLRKKGHHKR!"

Zombie dengan wajah yang sedikit hancur dan kotor dengan tanah, maju terpincang-pincang ke arahku yang udah siap memukul kepalanya,

"Ini dia momen yang aku tunggu seumur hidup."

Aku memukulkan dahan pohon ke arah kepala zombie dengan keras sambil berteriak,

"For Narnia, and for Aslan, BOOM!!!"



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Sabtu, 24 Desember 2022

Day 18 #30DayWritingChallenge

           

Your long-forgotten hobby


Dulu pas SD, hanya ada ekskul sepakbola, atletik, tartil qiroah, dan pramuka. Karena aku suka nontonin Tsubasa tiap pagi, akhirnya aku milih ikutan ekskul bola.

Aslinya aku bukan fans bola, jarang nonton malah, tapi aku suka kalau aku yang main. Dari SD aku selalu jadi yang paling kecil, tapi nggak tau gimana aku lebih sering ditaruh di posisi kiper. Katanya karena sifat nekatanku pas dan reflekku lumayan kenceng.

Lanjut ke SMP, aku mengikuti tiga ekskul sekaligus, salah satunya tetap bola. Kebetulan, lapangan tempat latihannya dekat dari rumah, jadi lebih gampang kalau mau latihan. Ekskul ini diadakan setiap hari rabu, jum'at, dan minggu. Karena lapangan yang dipakai beneran lapangan bola, nggak mungkin aku yang kecil tetap maksain jadi kiper. Akhirnya posisiku dipindahkan jadi libero, sebelum akhirnya dipindah lagi jadi sayap kanan. Tapi aku tetap merasa nyaman dengan posisiku sebelumnya sebagai penjaga gawang.

Hampir setiap hari aku juga main bola dengan teman-teman sekitar rumah. Kalau normalnya permainan selesai saat wasit meniup peluit, bedanya permainan kami akan selesai saat lantunan menjelang maghrib dari masjid berkumandang. Kalau nggak, siap-siap salah satu ibu kami datang membawa alat tempur.

Aku mulai berhenti main bola di SMA. Aku merasa nggak pede karena SMA-ku memang sekolah yang isinya para atlit se-kabupaten, apalagi tim bolanya. Tapi aku tetap main bola di ajang tahunan classmeeting mewakili tim kelas.

Sekarang kalau main bola mungkin hanya sebatas virtual lewat game. Nggak se-seru kalau menyentuh bola atau nendang kaki teman secara langsung, tapi seenggaknya aku nggak perlu ngos-ngosan buat sekadar having fun.

Jadi kangen, turun lapangan lagi kali ya?



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Jumat, 16 Desember 2022

Day 17 #30DayWritingChallenge

          

Write about your pet or write about a pet you always wanted


Dulu aku pengin banget punya pegasus. Siapa sih yang nggak pengen punya teman yang bisa dijadiin kendaraan darat sekaligus udara? Tapi karena mustahil, dengan ikhlas akhirnya aku lupakan.

Sebagai alternatif, Aku pernah mengadopsi sepasang hamster yang berujung beranak-pinak sampai akhirnya harus aku giveaway ke orang. Ichi dan Momo adalah nama yang kupilih untuk keduanya. Ichi untuk si jantan yang secara resmi adalah peliharaan pertamaku (dalam bahasa Jepang, Ichi artinya satu atau pertama). Sedangkan Momo artinya buah persik, karena sekilas bentuk mukanya mirip.

Aku memilih hamster karena perawatannya cukup mudah dan nggak makan space. Alasan lainnya karena crush-ku waktu itu pelihara hamster, jadi biar punya bahan pdkt-an.

Bulan-bulan awal aku ngerawat Ichi dan Momo, aku kurang tidur karena setiap malam sering ngajak mereka ngobrol. Ternyata menyenangkan punya teman berbincang yang nggak akan mengomentari apapun yang aku curhatkan.

Ichi dan Momo itu jam makannya di pagi hari dan malam hari. Tapi karena saat weekend atau liburan mengikuti jadwal bangun tidurku, makan paginya jadi jam 10-11 siang. Keren, kecil-kecil udah ngerasain konsep brunch. Saat weekend aku juga sering melepaskan Ichi dan Momo untuk bermain di halaman depan rumah, meski akhirnya sering hilang dan bingung nyarinya.

Sayangnya, Momo berpulang saat aku kelas 3 SMA. Karena aku sering telat pulang sekolah dan khawatir Ichi kesepian, akhirnya aku memutuskan agar Ichi dirawat oleh temanku yang seorang pet lovers. Dan itulah perpisahan antara kami bertiga.

Kalau ada pesan yang ingin aku sampaikan untuk Ichi dan Momo, mungkin kurang lebih isinya: terima kasih karena sudah menjadi tempatku me-recharge semangat ketika sudah penat setelah beraktivitas seharian. Terima kasih karena sudah menjadi teman bermain, menjadi pendengar keluh kesahku masa itu, meski mungkin kalian berdua terpaksa sih. Dan pastinya terima kasih karena kalian, aku jadi punya alasan ngajak crush jalan-jalan.



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Minggu, 11 Desember 2022

Day 16 #30DayWritingChallenge

         

Write about one movie or book or incident that drastically changed your life


Menonton film adalah salah satu bentuk meditasi bagiku. Membuat aku melupakan sejenak masalah yang ada di kehidupan seperti nanti malam mau makan apa atau tugas besok banyak nggak ya?

Film itu subjektif, sangat subjektif. Setiap orang bisa mempunyai penilaian dan perasaan yang berbeda ketika selesai menonton film yang sama. Dan itu sah-sah aja karena selera nggak bisa dipaksakan. Dari sekian judul film yang aku suka, aku akan menulis tentang film You are the Apple of My Eye, sebuah drama Taiwan yang tayang tahun 2011.

Kalo kamu belum nonton film ini dan nggak mau kena spoiler, berhenti baca disini.

Aku baru nonton film ini sekitar tahun 2015. Terhitung sejak saat itu, aku udah belasan kali menonton ulang film yang sama (atau malah puluhan?). Nggak, film ini nggak mengubah hidupku secara drastis dan membuat aku langsung pengin mencari pasangan kayak Shen Chia-Yi, meski nggak bakal nolak kalau ada sih. Tapi yang jelas, film ini punya tempat tersendiri di dalam hidupku.

Film ini terinspirasi dari kisah nyata si sutradara, Giddens Ko, yang diadaptasi dari bukunya yang berjudul sama. Nggak semua kejadian pada film sesuai aslinya karena ada beberapa yang dilebih-lebihkan untuk kepentingan dramatisasi cerita.

Jadi, cerita film ini sangat simpel: kisah cinta anak SMA dimana si cowok itu pemalas dan si ceweknya itu kebalikannya, paling rajin satu sekolah. Awalnya nggak dekat, tapi lama-kelamaan mereka saling jatuh cinta, sampai tibalah saatnya mereka lulus dan harus lanjut kuliah. Ini adalah masa-masa sulit bagi kedua karakter, dimana mereka harus menjalani LDR sambil tetap menjalani kesibukan yang berbeda.

Singkat cerita, kita tau ending film ini seperti apa. Yang setia akan kalah dengan yang selalu ada mungkin adalah kalimat yang bisa mendeskripsikan keseluruhan cerita ini tanpa air mata.

Mari aku ajak kembali melihat scene ini:


Atau scene ini kalo belum cukup:


Apakah udah mulai merasakan sedikit sesak di dada?

Film ini nggak mengubah hidupku secara drastis, tapi membuat aku belajar: tentang pertemanan, tentang merelakan, dan tentunya tentang mencari kebahagiaan itu sendiri. Aku udah menonton film ini berulang kali, tapi tetap ending-nya nggak pernah berubah. Terkadang, memang sekadar untuk nostalgia aja. Melihat masa sekolah, cinta monyet yang terjadi, konflik dengan guru, berpisah dengan teman-teman untuk mengejar impian, menemukan cinta, sakit hati, merelakan, dan mencari kebahagiaan kembali.

Film ini juga mengajariku untuk bisa bersikap lebih dewasa. Iya, masa lalu memang nggak bisa aku ubah, tapi aku tetap bisa fokus ke masa depan. Kurang lebih ending film ini ngajak aku untuk, "Jangan lama-lama sedihnya, yuk cari kebahagiaanmu sendiri."

Setelah selesai menonton film ini, aku tertampar dengan stereotip film selalu punya happy ending. Ternyata nggak gitu cara kerjanya. Aku kira setelah menonton film, atau yang aku anggap sebagai meditasi, pikiran dan masalahku akan jadi lebih ringan. You are the Apple of My Eye, you remind me of my beautiful memories that has changed me to be a better person.

Memang rasanya menyenangkan ketika kita mencintai atau dicintai, tapi lebih menyenangkan jika kedua hal itu terjadi secara bersamaan. So, do you believe in parallel universe?



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Jumat, 09 Desember 2022

Day 15 #30DayWritingChallenge

        

Your inspiration


Inspirasi bisa datang dari mana aja. Dari orang yang nggak sengaja kalian temui di cafe, dari musik yang menemani perjalanan pulang kalian naik kereta api, dari curhatan teman yang baru putus, atau dari orang terkenal yang memotivasi kalian untuk bisa jadi sepertinya. Aku sendiri nggak punya sosok spesifik yang menjadi role model atau inspirasi. Alasannya karena aku banyak bertemu dengan orang-orang dalam hidup ini dan mereka secara nggak langsung menginspirasi aku untuk mengerjakan sesuatu atau menjadikan kebiasaannya sebagai contoh yang bisa ditiru. Kebanyakan kalo semuanya masuk disini.

Biar enak, aku akan mengambil sosok inspirasi dari manga yang sedang aku ikuti dan suka: Izuku Midoriya (Deku) dari My Hero Academia. Nggak, nggak dari Naruto karena ceritanya udah tamat. Mari berikan waktu untuk Naruto pensiun dengan tenang.

Di dunia yang sebagian besar populasinya punya kekuatan super atau disebut quirk, Deku, sebagai karakter utama terlahir tanpa quirk apapun, alias quirkless. Singkat cerita, Deku bertemu All Might si Number 1 Hero yang menjadi sosok inspirasinya selama ini dan Deku semakin bersemangat mengejar mimpinya: menjadi hero untuk menyelamatkan banyak orang. Tapi Deku ingat bahwa dirinya quirkless, dia hanya warga biasa.

Hambatan untuk mengejar impiannya ini justru nggak membuat Deku putus asa. Deku punya determinasi tinggi dan nggak gampang menyerah, tipikal protagonis Shonen memang. Ditambah, Deku punya nakama (pinjem istilah manga sebelah) yang solid, alias circle positif yang membuat dirinya berkembang juga.

Aku suka banget dengan tema dari cerita My Hero Academia ini. Benar-benar berasa semangat "everyone can be a hero"-nya. Di awal cerita, Deku yang nggak punya quirk apapun menyadari kelemahan dirinya dan memutuskan untuk berlatih lebih keras dibanding teman-teman sekelasnya. Deku bangun pagi, lari ke pantai, olahraga, membersihkan sampah di pantai, selama berbulan-bulan.

Ditambah soundtrack You Say Run, aku mengingat adegan Deku latihan dan membuatku semakin semangat juga untuk bangun dari tempat tidur dan langsung olahraga. Mulai nggak kuat ditengah jalan? Aku menutup mata sebentar, konsentrasi penuh, lalu meneriakkan, "PLUS ULTRA!" Niscaya beban seberat apapun akan terangkat.

Deku  nggak selalu menang di setiap pertempuran, bisa nangis, bisa jatuh, tapi dia selalu belajar dan berusaha untuk bangkit dan berkembang. Semangat kayak begini yang bikin antagonis Shonen pada minder.

Berkat mantra plus ultra tadi, aku jadi semangat buat nulis. Jadi akan kutambahkan satu karakter yang nggak kalah inspiratif dari Deku.


Ingat scene di atas? Apakah hatimu sudah merasa bergetar?

Beralih ke manga bertema serupa lainnya: One Punch Man. Mumen Rider adalah karakter sampingan yang perannya nggak penting-penting banget dalam alur cerita. Hampir seluruh karakter hero di manga ini memiliki kekuatan yang luar biasa gila, terutama Saitama sebagai karakter utama yang selalu bisa mengalahkan musuh hanya dengan sekali pukulan. Sebaliknya, Mumen Rider adalah hero yang tidak memiliki kekuatan super sama sekali.

Mumen Rider, tanpa telekinesis, tanpa seni beladiri dahsyat, tanpa teknologi dan persenjataan canggih, dan tentunya tidak memiliki pukulan sakti yang bisa mengalahkan musuh sekali hantam. Sekilas Mumen Rider nampak seperti mayat hero berjalan karena faktanya dia sering berhadapan dengan monster antagonis dan menjadi bulan-bulanan.

Tapi menurutku, Mumen Rider adalah representasi hero atau pahlawan yang sesungguhnya. Ketika hero lain menjadi pahlawan hanya untuk mengejar popularitas, bayaran, kekuatan, balas dendam, atau hanya bersenang-senang, Mumen Rider memilih menjadi pahlawan untuk menolong lebih banyak orang.

Di momen paling memorable melawan Deep Sea King, Mumen Rider dianggap delusional. Tapi menurutku sebaliknya. Mumen Rider tidak berdelusi, delusi adalah saat dia berpikir bahwa dirinya tak terkalahkan melawan monster terganas meski dia hanya manusia biasa. Tapi saat itu Mumen Rider tahu dia tidak akan menang, namun dia harus mencoba karena itulah yang akan dilakukan seorang pahlawan. Sekejap Mumen Rider mengubah keputusasaan penduduk menjadi harapan. Mumen Rider adalah perwujudan dari  jiwa yang gigih.

Mumen Rider mengajarkan bahwa heroisme bukan tentang menjadi yang terkuat, bukan tentang mencapai hal yang tak mungkin. Tapi tentang berdiri menghadapi tantangan meski tampak lebih baik untuk menyerah. Heroisme adalah tentang membantu mereka yang membutuhkan bantuan, melindungi mereka yang terlalu lemah untuk melindungi diri mereka sendiri, memberikan usaha terbaik bahkan meski terlihat akan kalah.

Jadi mari kenakan helm dan goggle, ambil sepeda, dan teriakkan "JUSTICE CRASH!"



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com 

Day 14 #30DayWritingChallenge

        

Write your goals for the next 1 month


Kebetulan saat ini aku sedang menjalankan project yang aku set tidak hanya untuk 1 bulan, tapi 3 bulan. Project ini kusebut sebagai Incognito mode, keren. Intinya tujuan dari project ini untuk ngebantu aku membangun kembali rutinitas yang lebih baik. Ada yang targetnya untuk jangka lebih panjang, ada yang sebagai percobaan untuk aku evaluasi setelah 3 bulan nanti. Kali ini akan aku spill kegiatan simple yang termasuk dalam rangkaian rencana ini.

Pertama. Menghapus media sosial. Meski aku bukan orang yang medsos banget, tapi rasanya cukup banyak waktu yang aku curahkan hanya untuk scroll-scroll hape. Aku cuma main instagram dan tiktok, dan aku sudah menghapus keduanya. Lumayan, selain mengurangi waktu yang aku buang, juga sekalian mengurangi beban memori hape yang udah menipis.

Kedua. Menyelesaikan minimal 2 buku/bulan. Aku memang suka baca, tapi seringnya baca manga atau novel. Biar lebih berbobot, aku menambahkan 1 buku self development yang harus kubaca setiap bulannya. Bulan ini, buku yang harus kuselesaikan adalah Atomic Habits. Doakan semoga istiqamah. Aamiin.

Ketiga. Masih bagian dari literasi, aku mencoba menerapkan 1 day 1 paper. Nggak harus jurnal dari bidang pendidikanku karena akan terasa monoton, jadi lebih baik kalau variatif. Jurnal terakhir yang kubaca berisi tentang percobaan yang dirancang untuk melihat apakah kita dapat membuat dua orang jatuh cinta dalam hitungan jam. Cukup menarik, karena penelitianku menunjukkan perlu usaha minimal berbulan-bulan dan sedikit menghapus rasa malu untuk menyatakan perasaan. Itu pun kadang hasil eksperimen tetap gagal.

Keempat. Dan akan menjadi yang terakhir, aku mencoba kembali menerapkan olahraga rutin. Semenjak awal pandemi intensitas olahragaku menurun drastis, mungkin hanya sekadar badminton ringan saat di rumah, itu pun jarang. Targetku adalah melakukan joging minimal 2x per minggu dan melaksanakan Saitama Workout. Ya, kalian nggak salah baca. Workout khas Saitama. YWWA alias yang wibu wibu aja.

Kalo bisa tercapai, rasanya pasti puas sih. Efek kedepannya juga akan bagus karena nggak hanya meningkatkan kesehatan fisik, tapi membuat otakku jadi lebih glowing dan membawaku selangkah lebih dekat ke tujuanku yang lain.

Jadi, apa goals kalian untuk satu bulan ke depan? Mulai dari yang simple, lalu mari lakukan bersama!



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Rabu, 07 Desember 2022

Day 12 #30DayWritingChallenge

       

Write a letter to a close friend that you lost contact with


Bingung. Aku nggak ngerasa punya teman dekat yang lost contact karena teman yang kuanggap dekat pasti masih kontakan. Jadi kalo ada yang merasa hilang kontak, mungkin kita nggak sedekat itu?

Bahkan saat di rumah aku masih sering main game bareng beberapa teman dari TK, itu termasuk teman yang cukup lama kan? Tapi ya, kedekatan itu nggak bisa diukur dari durasi. Aku coba mengingat siapa yang dimaksud, tetap nggak ketemu. Jadi aku nulis apaan dong??

Pertemanan? Tapi tentang apa? Aku coba mancing sendiri, tapi nggak nemu jawaban yang lucu. Jadi yaudah.

Mungkin lebih baik baca tulisan di Day 10 kemarin soal a friend who never left your side lagi. Lebih penting dan lebih panjang isinya. Sambil nulis ini, aku tetap berusaha mengingat siapa lagi nama teman yang dimaksud, tapi masih nggak ketemu juga. Mungkin karena temanku nggak sebanyak itu. Aku sadar bahwa pertemanan itu bukan kompetisi yang harus banyak-banyakan, tapi apa tuh?

Aku mancing lagi, tapi masih nggak nemu jawaban yang lucu.

Jadi untuk menutup, mending aku kasih pesan-pesan aja buat teman-teman dan yang merasa temanku: semoga kita tetap berteman, walaupun aku atau kalian pernah datang pas ada butuhnya aja. Tapi memang begitu seharusnya, kan? Itu berarti aku atau kalian nggak buang-buang waktu kalau datang pas nggak ada butuhnya. Ngapain datang kalau nggak butuh apa-apa?
Minimal, bisa lah kalau butuh teman sekadar ngobrol aja.



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Selasa, 06 Desember 2022

Day 11 #30DayWriting Challenge

      

What is the biggest lesson you learned till now?


Sekarang aku berada di masa-masa akhir perkuliahan, dan aku juga jarang ke kampus untuk urusan kuliah. Aku merasa perjalanan dimulainya hidup yang sesungguhnya semakin dekat. Dan semakin dekat dengan akhir ceritaku di masa sekarang, masa-masa kosong mulai merapat.

Masa-masa kosong ini pernah kualami sebelumnya. Biasanya masa seperti ini banyak aku isi dengan berkontemplasi. Masa-masanya aku bertanya arti kehidupan, selalu ke perpustakaan atau sekadar ke taman terdekat saat malam. Mungkin ini yang disebut quarter life crisis?

Aku menanyakan diri sendiri nanti setelah lulus mau ngapain lagi? Bukan berarti aku nggak punya perencanaan sama sekali soal hidupku. Seringkali aku memikirkan banyak skenario dan perencanaan, tapi di lain sisi aku juga suka dan ingin mencoba hal baru.

Jadi, apa aja yang aku pelajari dalam hidup ini?

Banyak. Beberapa diantaranya pernah aku posting di akun instagram. Tapi diantara itu, salah satu yang paling aku ingat adalah quote dari Oscar Wilde: "To live is the rarest thing in the world. Most people exist, that is all."

Aku sempat bertanya-tanya, hidup ini untuk apa? Sampai akhirnya aku menemukan jawaban yang menurutku cukup membuat aku merasa puas: untuk mencari arti dan menikmati hidup itu sendiri.

Caranya gimana? Dengan cara apapun yang membuat aku bahagia: bisa ketemu dengan orang-orang yang bagiku berharga, bisa menghabiskan waktu untuk sekadar membaca, atau cukup dengan ngeliat awan sambil tiduran.

Misalnya, setiap aku merasa udah kerja terlalu lama, aku bakal ngusahain untuk istirahat sebentar karena aku merasa itu penting untuk kesehatan secara fisik maupun mental. Ketika udah recharge, baru aku balik kerja lagi. Aku butuh hidup yang balance, kerja ya tetap kerja, tapi kalo aku lagi main ya nggak mau diganggu. Begitu juga sebaliknya, karena aku percaya semua ada waktunya sendiri. Tinggal gimana self management aku biar semua kerjaan bisa selesai pada waktunya dan aku tetap punya waktu sendiri untuk dinikmati.

Dengan melakukan hal-hal yang aku suka, maka aku jadi bahagia. Dengan bahagia aku merasa bisa menikmati hidup itu sendiri.

Setiap orang pasti punya tujuan hidup yang berbeda-beda. Ada yang mau kuliah ke luar negeri, ada yang suatu saat ingin jadi artis besar, atau bahkan ada yang ingin bisa buka toko roti sendiri. Jawabannya akan bervariasi dan nggak ada satu pun yang salah.

"Stay mediocre is an option."

Barangkali kalian pernah lihat kalimat itu sebelumnya, tapi nggak usah dimasukin hati karena nggak semua orang tujuannya ingin sukses. Ada banyak orang yang ingin hidup biasa-biasa aja dan itu bukan masalah. Ada orang yang merasa lebih nyaman, nggak banyak tekanan, dan lebih bahagia ketika hidupnya biasa-biasa aja.

That's the biggest lesson I've learned. To live.



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Senin, 05 Desember 2022

Day 10 #30DayWritingChallenge

     

Write about a friend who never left your side


Sejujurnya aku bingung mau nulis tentang siapa kali ini. Sempat ngecekin nomor di kontak hape buat liat siapa nama yang familiar dan sering interaksi, akhirnya tetap nggak bisa memutuskan untuk menulis tentang satu orang. Ubek-ubek galeri berkali-kali, akhirnya aku yakin untuk menulis tentang: mereka.

Aku nggak berniat ngespill nama mereka satu-persatu, nulis kesibukan, lokasi, TTL, zodiak, medsos, mafa mifa atau hal privasi lainnya. Jadi kalian nggak akan bisa stalking kalau naksir salah satu.

Mereka bersepuluh adalah teman yang nggak sengaja terkumpul semasa SMA. Berawal dari bangku duduk yang saling berdekatan, berlanjut sampai setelah lulus pun masih sering ketemuan, meski hitungannya 1-2 kali setahun. Kami juga jarang ngobrol via chat maupun call, sibuk menikmati dunia masing-masing. Tapi saat bertemu, segala percakapan dapat mengalir dengan lancar seperti hanya nggak ketemu selama seminggu.

Masa SMA-ku jadi lebih berwarna karena ada mereka. Misalnya, karena kami bersebelas, hampir tiap bulan kami harus nyiapin surprise ulang tahun. Pusing sih karena tiap bulan harus ganti template, tapi seru. Kadang kami juga suka mampir ke rumah salah satu dari kami, sekadar masak-masakan atau bakar ikan berkedok belajar bareng. Di sekolah, kami cukup kompak menghabiskan waktu di perpustakaan saat jamkos, bukan untuk belajar, tapi ngisis karena cuma perpus yang punya AC. Kekompakan semakin meningkat saat mereka tau setiap hari aku bawa bekal untuk makan siang dan setelahnya sebagian dari mereka ikut membawa bekal. Intinya, sebagian besar waktuku di masa SMA telah kuhabiskan bersama dengan mereka.

Di lain sisi, aku nggak pernah menceritakan masalah pribadiku ke mereka, karena aku nggak terbiasa terbuka atau mengandalkan orang lain. Tapi aku percaya, ketika sesuatu terjadi pada salah satu dari kami, yang lainnya akan selalu ada dan memenuhi perannya masing-masing.



Tulisan ini merupakan bagian dari #30DayWritingChallenge yang aku ikuti untuk menantang diriku sendiri. Buat kalian yang penasaran dan mau ikutan, langsung cek di www.thirtydarts.com

Ganteng

 Ya Allah, pengen ganteng: - Ganteng hatinya - Ganteng masa depannya - Ganteng imannya - Ganteng wajahnya - Ganteng isi tabungannya - Ganten...